Sabtu, 10 Maret 2012

Pemulung, Riwayatmu Kini

Sering kita temui pemulung-pemulung di sudut-sudut jalan perkotaan. Mereka dengan semangat bekerja dengan cara mengambil berbagai jenis barang yang mereka anggap bisa layak untuk dijual demi penghidupan mereka. Apapun entah itu plastik, kardus, botol, maupun barang bekas mereka angkut dengan karung goni miliknya, ada pula yang menggunakan gerobak maupun sepeda sebagai tempat penyimpanan.
Ketika kita berada di penampungan tempat pembuangan akhir banyak sekali ditemui pemulung di tempat ini. Mereka secara berkelompok atau pribadi memungut sampah-sampah di sekitar TPA tersebut. Hasilnya yang mereka dapat, mereka jual untuk didaur ulang. Tetapi, pengorbanan yang mereka keluarkan tak sebanding dengan hasil yang didapat. Mengapa tidak, sebagai contoh saja di perkampungan kumuh di daerah Jakarta, untuk plastik saja per kg nya hanya dihargai Rp 300,-
Realita masyarakat saat ini, pekerjaan pemulung dianggap sepele. Bahkan, profesi ini hanya dipandang sebelah mata. Pekerjaan di tengah kondisi yang serba kotor, harus berhadapan dengan berbagai penyakit, harus dilaluinya. Saya rasa pekerjaan ini lebih mulia daripada menjadi pengemis yang hanya meminta sana sini untuk mendapatkan belas kasih. 
Menjadi pemulung bukanlah hal yang mudah, tetapi memiliki peranan yang sangat luar biasa. Sebagai contoh begini, berapa besar sampah yang dikeluarkan oleh masyakarakat perkotaan saat ini. Apakah sampah-sampah yang dikeluarkan sebanding dengan pengelolaan sampah?
Perlu kita ketahui, apabila tidak ada pemulung bagaimana jadinya sampah-sampah ini dikelola. Saat ini pemerintah khususnya bidang kebersihan belum mampu mengatasi permasalahan sampah perkotaan yang kian hari semakin bertambah. Kehadiran mereka sangatlah membantu pekerjaan pemerintah. Tetapi apa yang mereka dapatkan. Mereka jauh dari pundi-pundi rupiah. Bahkan bila tak ada uang, mereka terpaksa memungut makanan sisa di sampah-sampah untuk mereka makan.


Apa yang bisa kita lakukan untuk mereka?

0 Comments:

Posting Komentar