Kamis, 13 November 2014

Belajar Bahasa Jepang itu Menyenangkan

Berbahasa adalah hal pokok dalam berkomunikasi. Manusia memakai bahasa untuk memudahkan dalam memahami isi pembicaraan. Berbagai bahasa telah diciptakan sesuai dengan geografisnya, tak terkecuali bahasa Jepang. Belajar bahasa tidak harus mengikuti kegiatan lembaga bimbingan atau les privat, kita pun bisa dengan mudah memanfaatkan aplikasi atau pun e-book, bahkan dalam genggaman android kita bisa memilikinya. Asal ada niat dan usaha untuk belajar, insyaAllah akan mempermudah dalam mempelajari bahasa ini.
Yang seringkali menjadi terkendala dalam menggunakan bahasa ini adalah memahami huruf-huruf seperti hiragana maupun katakana, bahkan kanji. Penulis pun merasa demikian, tidak cukup satu jam atau dua jam saja, tetapi harus ada upaya untuk belajar menulis dan menghapalkan. Hiragana biasa dipakai untuk percakapan sehari-hari, sedangkan katakana hanya dipakai apabila menggunakan kata-kata asing atau istilah dalam bahasa kita, bahasa serapan. Kini, banyak aplikasi penyedia layanan untuk membantu dalam menghapal bahasa ini. Jika ingin berkenan bisa download di sini.
Sekarangpun kita juga bisa belajar melalui online. Dengan melalui website milik nhk jepang, kita akan diajarkan dasar-dasar percapakan yang biasa dilakukan orang bekerja. Orang kita pun, tak sedikit, bekerja di negeri sakura memanfaatkan fitur ini membantu dalam berbahasa.
Jika memang kita sudah paham dalam menghapal huruf maupun dasar-dasar berbahasa, memahami kata-kata perlu untuk dilakukan dalam upaya menambah kosakata. Bisa menggunakan semacam kamus atau e-book. Jika berkenan bisa mendownloadnya di sini. Untuk belajar partikel dan contohnya bisa download di sini.
Aplikasi maupun e-book ini penulis ambil dari berbagai sumber. Paling tidak semoga bisa bermanfaat untuk mereka yang ingin belajar bahasa ini.

Selamat mencoba! Ganbatte
Read More

Berpikir Cerdas dengan Tabayyun


Menyampaikan kebenaran bukanlah persoalan tugas da’i atau kyai. Tetapi, sudah menjadi kewajiban mutlak bagi setiap muslim untuk menyampaikannya. Berkata benar bukan berarti membenarkan tanpa ada landasan yang konkret, tetapi harus memiliki dasar yang kuat sesuai dengan tuntutan yang diajarakan oleh Islam. Rasulullah SAW pun pernah menyampaikan kepada sahabatnya Abu Dzarr bahwa sampaikanlah kebenaran sekalipun itu menyakitkan. Rasulullah SAW bersabda:
Katakanlah kebenaran walau itu pahit.(HR. Baihaqi dan Ibn Hibban)
Seperti halnya Islam sebagai agama yang benar dan satu-satunya agama yang diakui Allah SWT. Islam telah mengajarkan kepada umatnya untuk berkata benar. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam menyampaikan kebenaran tidak luput akan hinaan dan celaan. Justru, itulah yang akan memperkuat kualitas iman demi mempertahankan kebenaran panji-panji Islam. Lantas, tidak ada alasan untuk takut berkata benar, melainkan hanya takutlah kepada Allah. Kebenaran tetap yang mutlak hanya milik-Nya, manusia tidak patut untuk meragukan-Nya. Sebaliknya, menyembunyikan kebenaran untuk kepentingan pribadi atau kelompok duniawi merupakan tindakan tercela yang tidak disukai Allah SWT. Merekalah yang akan mendapatkan azab yang pedih pada hari kiamat nanti dan termasuk orang-orang yang merugi.
Berkaca pada fenomena dinamika masyarakat saat ini, jauh diambang nilai kebenaran. Kebenaran justru dapat dimanipulasi oleh kepentingan kelompok tertentu untuk meraih keuntungan sebagai alat pembenaran. Informasi telah tersebar secara luas, tetapi belum tentu hal itu benar. Hal ini bertolak belakang dengan prinsip ajaran Islam, untuk Itulah islam mengajarkan kepada umatnya untuk bertabayyun atau mengklarifikasi tanpa harus menerimanya begitu saja, apalagi datangnya dari orang fasik. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hujarat ayat 6:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu.”


Perlunya sikap tabayyun
Informasi yang didapatkan belum tentu menuai kebenaran, tetapi bukan bermaksud mencurigai. Meneliti kebenaran dari sumber informasi adalah bentuk sikap kehati-hatian, karena jika menyebar akan berakibat pada kesalahpahaman dan dapat memicu perselisihan. Seperti zaman Rasulullah SAW ketika itu mengutus Al Walid untuk mengumpulkan zakat dari Bani Musthaliq. Kemudian Al Walid menyampaikan kepada Rasulullah bahwa mereka tidak mau membayar zakat bahkan mau membunuhnya. Kebenarannya justru Al Walid belum sama sekali ke daerah Bani Musthaliq. Rasulullah SAW tidak langsung mengambil tindakan buruk, tetapi melakukan klarifikasi dengan mengutus Khalid untuk mencari kebenarannya.
Dalam era ini, informasi merupakan pilar pembangunan bangsa. Semestinya informasi bisa menjadi jalan tengah untuk membangun peradaban umat demi kemaslahatan bersama. Salah satunya dengan memanfaatkan media sebagai sarana untuk menyampaikan kebenaran. Nilai kejujuran dan kepentingan umat adalah hal yang harus dipenuhi dengan mengesampingkan etos pribadi. Meminjam istilah Sembilan elemen jurnalistik, jurnalisme dituntut untuk mencari kebenaran. Sebuah berita harus dibuat berdasarkan fakta atau realitas, tetapi tidak sedikit dari mereka yang menuliskan berdasarkan pada fiktif atau keinginan. Pemberitaan media saat ini telah jauh pada tataran aturan yang dikehendaki. Informasi cenderung mengadu domba dan merugikan pihak tertentu. Bagi media hal ini sangat menguntungkan karena mampu menggiring opini sesuai dengan kehendak, tetapi dampaknya masyarakat menjadi korbannya. Perbedaan pendapat adalah hal wajar, tetapi jika sumber berita telah menyudutkan salah satu pihak belum tentu kebenaran itu muncul dan bisa berakibat fitnah.
Sebagai umat Islam harus bisa berpikir cerdas dalam menanggapi persoalan informasi. Harus memperhatikan aspek-aspek mulai dari melihat sumber informasi, bahasa, kata-kata serta arah tujuan dari tulisan tersebut sehingga tidak mudah terprovokasi apalagi merespon atau mengambil tindakan buruk. Kita harus tahu membedakan mana yang haq dan bathil, mana yang layak untuk diambil dan dihindari sehingga bisa menjadi sinyal menuju jalan yang diridhoi Allah SWT.[]
Read More

Rabu, 12 November 2014

Catatan Terlupa


Entah harus kumulai darimana tulisan ini. Terlalu naif rasanya untuk diungkapkan. Sebaliknya, jika tidak diungkap juga tidak akan mendatangkan jawaban. Satu kata, terlupakan, itulah yang pantas untuk menjawab kegelisahan ini. Lantas, sudah berapa lama telah meninggalkan dunia semu yang telah terlupakan. Jika diperhitungkan memang tidak menyita waktu lama, tetapi bagiku hal ini.telah menjadi persoalan serius. Bukan lagi pada taraf krisis minat, sudah tingkat akut! Waktu memang tidak akan pernah bisa kembali, sekalipun manusia bisa menciptakan mesin waktu tidak akan bermanfaat apapun. Seperti pepatah bilang, menyesal datangnya kemudian. Menyesal datang bukan karena tak ada sebab musabab, ada hal tertentu yang mendongkrak diri entah itu memang murni hidayah atau keinginan sesaat.
Dinamika kehidupan memang tidak selalu berjalan sesuai harapan. Manusia kadang lupa kadang ingat adalah hal yang wajar. Kenikmatan lain bisa jadi, menjadi faktor yang dominan untuk melupakan hal yang telah lalu. Hidup tidak ada yang dinamis, kadang menuruti keinginan kadang tidak. Jalan terjal memang selalu ada, dan itulah kemudian berwujud tantangan yang harus dipenuhi. Tinggal, langkah mana yang mau ditempuh, pilihan akan menentukan arah hidup. Hanya bisa mengisi kehidupan semu dunia, pilihan tetap menjadi masalah utama untuk terus hidup.
Menyesali hal yang telah lalu memang menyakitkan. Mengembalikan hasrat semangat kisah lalu memang tidak mudah dilakukan, semua itu butuh proses ! Tidak ada yang instan, kecuali ingin mengakhiri hidup. Momentum sejarah hanya bisa menjadi cerminan, tidak akan bisa mengembalikan ilmu atau akal. Perlu ada semacam penataan atau revitalisasi untuk menjamin perubahan baru. Entah itu akan menjadi sesuatu yang berkemajuan atau justru kemunduran. Tentu, menuju berkemajuan adalah impian, kemunduran akan menjadi pukulan keras untuk segera menuntut dirinya mengembalikan hasrat jati diri.
Tidak akan ada perubahan tanpa sikap realistis. Semua hanya akan menjadi keinginan semu yang tak memiliki nilai. Lakukan, lakukan, lakukan. Kalau perlu memang harus dipaksa sekalipun harus memulainya dari awal. Itulah yang menjadi landasan penulis mengubah nama blog ini menjadi catatan semu, bukan karena tanpa filosofi karena memang keadaan yang melakukannya. Biarlah memori kemarin menjadi anugerah yang tidak terlupakan, hanya satu yang kupinta, memulai kembali merajut benang yang telah putus. Menulis tidak terikat waktu, muda atau tua, mampu atau tidak, maupun berbobot atau ringan. Sudah bisa menata kembali dan punya ikhtikad baik untuk memulai setidaknya menjadi secercah harapan untuk memandu ke arah yang dituju. Semoga bukan hanya hasrat sesaat tetapi bisa berkelanjutan. Semoga saja.

Read More