Rabu, 10 April 2013

Kekerasan Anak, Bentuk Rapuhnya Moralitas Bangsa



Persoalan kekerasan masih menjadi masalah yang dominan di negeri ini. Belum genap maraknya aksi kekerasan yang mengatasnamakan agama, kini giliran anak menjadi target bejat dari para orang tua juga lingkungannya. Kekerasan terhadap anak bisa berupa fisik, psikologi hingga seksualitas yang menjadi puncak aksi kejahatan bejat oleh orang tua atau lingkungannya. Kondisi anak yang rentan memudahkan tindakan kekerasan dilakukan.
Mengutip dari replublika.co.id (9 Maret 2013), kekerasan dari tiap tahunnya terus meningkat. Sebut saja, tahun 2011 mencapai angka 2509. Tahun 2012 angka tersebut melejit hingga 2637. Diprediksi, tahun ini kekerasan terhadap anak akan terus meningkat. Sebanyak 62% diantaranya, didominasi oleh kekerasan seksual. Hal ini juga diperparah dengan lemahnya UU terhadap perlindangan anak masih belum mampu mengcover segelintir persoalan aksi kekerasan yang masih tumpang tindih karena sulitnya mengawasi pola dan literatur budaya pengajaran terhadap anak.
Krisis moralitas
Kekerasan yang terjadi selama ini menjadi indikasi krisisnya moralitas di negeri. Bagaiamana tidak, orang tua yang semestinya bisa menjadi panutan, tercoreng dengan perlakuan oknum kebiadaban orang tua. Lingkungan yang semestinya menjadi sarana interaksi anak dalam pertumbuhan, berbalik menjadi jurang bahaya tindak kekerasan. Sebagai contoh yang dialami Vina (5), seorang anak yang tewas dianiaya ibunya di desa Curug, Cibinong dengan cara ditampar dan didorong hingga kepalanya tebentur dan tewas seketika pertengahan maret silam. Kasus lain, kisah kekerasan seksual yang menimpa ZC anak berusia 9 tahun harus menanggung beban kebiadaban ayah kandungnya sendiri.
Moral dipertaruhkan hanya untuk memperoleh kesenangan sesaat, buah pelampiasan kemarahan semata, hingga ajang balas dendam. Rapuhnya akhlak, lemahnya iman segala bentuk perbuatan keji, mampu mengubah segalanya menjadi mudah. Hawa nafsu tak bisa ditekan, amarah dan dendam tak bisa dikendalikan, anak sering menjadi objek percobaan pelampiasan tersebut. Akibatnya, tidak hanya efek fisik tetapi juga psikologis. Trauma, bentuk salah satu dampak yang paling dominan. Anak menjadi takut kepada orang tua, guru juga tak mau bergaul dengan lingkungannya karena terhambat oleh lingkungan yang dianggap “keras”. Tak bisa dipungkiri pula, anak sebagai generasi bangsa akan hancur bila di masa transisi pertumbuhannya harus  mengalami kepentingan sepele. Hal tersebut juga ditunjang dengan rapuhnya sendi-sendi psikologis anak, anak lebih peka untuk mengikuti segala bentuk apa yang di lingkungannya, masih belum mengenal jauh apa itu konteks “baik” dan “buruk”.
Persoalan global
Kekerasan, bukanlah persoalan yang mudah untuk dicari solusinya. Tentu, hal ini persoalan global yang harus dituntaskan. Mengingat asal mula kekerasaan bertolak dari orang tua dan lingkungannya, maka peran kerabat dan masyarakat sangat dibutuhkan dalam meniminalisir aksi tindak kejahatan anak.[]

0 Comments:

Posting Komentar