Kamis, 13 November 2014

Berpikir Cerdas dengan Tabayyun


Menyampaikan kebenaran bukanlah persoalan tugas da’i atau kyai. Tetapi, sudah menjadi kewajiban mutlak bagi setiap muslim untuk menyampaikannya. Berkata benar bukan berarti membenarkan tanpa ada landasan yang konkret, tetapi harus memiliki dasar yang kuat sesuai dengan tuntutan yang diajarakan oleh Islam. Rasulullah SAW pun pernah menyampaikan kepada sahabatnya Abu Dzarr bahwa sampaikanlah kebenaran sekalipun itu menyakitkan. Rasulullah SAW bersabda:
Katakanlah kebenaran walau itu pahit.(HR. Baihaqi dan Ibn Hibban)
Seperti halnya Islam sebagai agama yang benar dan satu-satunya agama yang diakui Allah SWT. Islam telah mengajarkan kepada umatnya untuk berkata benar. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam menyampaikan kebenaran tidak luput akan hinaan dan celaan. Justru, itulah yang akan memperkuat kualitas iman demi mempertahankan kebenaran panji-panji Islam. Lantas, tidak ada alasan untuk takut berkata benar, melainkan hanya takutlah kepada Allah. Kebenaran tetap yang mutlak hanya milik-Nya, manusia tidak patut untuk meragukan-Nya. Sebaliknya, menyembunyikan kebenaran untuk kepentingan pribadi atau kelompok duniawi merupakan tindakan tercela yang tidak disukai Allah SWT. Merekalah yang akan mendapatkan azab yang pedih pada hari kiamat nanti dan termasuk orang-orang yang merugi.
Berkaca pada fenomena dinamika masyarakat saat ini, jauh diambang nilai kebenaran. Kebenaran justru dapat dimanipulasi oleh kepentingan kelompok tertentu untuk meraih keuntungan sebagai alat pembenaran. Informasi telah tersebar secara luas, tetapi belum tentu hal itu benar. Hal ini bertolak belakang dengan prinsip ajaran Islam, untuk Itulah islam mengajarkan kepada umatnya untuk bertabayyun atau mengklarifikasi tanpa harus menerimanya begitu saja, apalagi datangnya dari orang fasik. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hujarat ayat 6:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu.”


Perlunya sikap tabayyun
Informasi yang didapatkan belum tentu menuai kebenaran, tetapi bukan bermaksud mencurigai. Meneliti kebenaran dari sumber informasi adalah bentuk sikap kehati-hatian, karena jika menyebar akan berakibat pada kesalahpahaman dan dapat memicu perselisihan. Seperti zaman Rasulullah SAW ketika itu mengutus Al Walid untuk mengumpulkan zakat dari Bani Musthaliq. Kemudian Al Walid menyampaikan kepada Rasulullah bahwa mereka tidak mau membayar zakat bahkan mau membunuhnya. Kebenarannya justru Al Walid belum sama sekali ke daerah Bani Musthaliq. Rasulullah SAW tidak langsung mengambil tindakan buruk, tetapi melakukan klarifikasi dengan mengutus Khalid untuk mencari kebenarannya.
Dalam era ini, informasi merupakan pilar pembangunan bangsa. Semestinya informasi bisa menjadi jalan tengah untuk membangun peradaban umat demi kemaslahatan bersama. Salah satunya dengan memanfaatkan media sebagai sarana untuk menyampaikan kebenaran. Nilai kejujuran dan kepentingan umat adalah hal yang harus dipenuhi dengan mengesampingkan etos pribadi. Meminjam istilah Sembilan elemen jurnalistik, jurnalisme dituntut untuk mencari kebenaran. Sebuah berita harus dibuat berdasarkan fakta atau realitas, tetapi tidak sedikit dari mereka yang menuliskan berdasarkan pada fiktif atau keinginan. Pemberitaan media saat ini telah jauh pada tataran aturan yang dikehendaki. Informasi cenderung mengadu domba dan merugikan pihak tertentu. Bagi media hal ini sangat menguntungkan karena mampu menggiring opini sesuai dengan kehendak, tetapi dampaknya masyarakat menjadi korbannya. Perbedaan pendapat adalah hal wajar, tetapi jika sumber berita telah menyudutkan salah satu pihak belum tentu kebenaran itu muncul dan bisa berakibat fitnah.
Sebagai umat Islam harus bisa berpikir cerdas dalam menanggapi persoalan informasi. Harus memperhatikan aspek-aspek mulai dari melihat sumber informasi, bahasa, kata-kata serta arah tujuan dari tulisan tersebut sehingga tidak mudah terprovokasi apalagi merespon atau mengambil tindakan buruk. Kita harus tahu membedakan mana yang haq dan bathil, mana yang layak untuk diambil dan dihindari sehingga bisa menjadi sinyal menuju jalan yang diridhoi Allah SWT.[]

0 Comments:

Posting Komentar