Kriminalitas
seakan tak mau hengkang di negeri ini. Bagaimana tidak, persoalan ekonomi,
sosial maupun budaya di masyarakat telah mendorong adanya kejahatan, baik itu
kejahatan pencurian, penganiayaan, tindak asusila, pemerkosaan hingga kasus pembunuhan.
Dari tindak kriminal yang ada, tak sedikit wanita menjadi korban aksi
kejahatan, khususnya pemerkosaan dan tindak asusila. Budaya patriarki terus
membelenggu, mengakibatkan laki-laki memandang rendah wanita dan berbuat
semena-mena.
Kasus
Priya Puspita Lestari (17) salah satu siswi SMK di Sleman telah menyita
perhatian publik. Aksi kebiadaban yang dilakukan oleh ayah dan anak, juga
keterlibatan oknum aparat kepolisian mencederai moral bangsa. Tindakan
pemerkosaan dan pembunuhan dilakukan hanya untuk mencari kesenangan sesaat,
dinilai melecehkan harkat dan martabat wanita. Belum luput dari itu, lagi,
kasus serupa (baca:asusila) dilakukan oleh seorang nelayan menyetubuhi anak
tirinya dari umur 12 tahun. Rentannya posisi wanita sebagai dalang citra buruk,
menjadi corong menguatnya aksi kriminalitas.
Wanita
sering menjadi ancaman dan sasaran dalam dunia kriminal. Terlebih dengan tabiat
hawa nafsu laki-laki yang lebih besar dibanding laki-laki, memicu untuk berbuat
keji. Kemolekan wanita telah meracuni pikiran dan niat yang buruk. Inilah
bentuk keroposnya akhlak, celah-celah keimanan bocor dan menjadi peluang
syaithan untuk mengajak ke perbuatan itu. Ada kalanya keimanan seseorang turun
dan naik. Inilah yang harusnya menjadi tantangan laki-laki untuk mengendalikan
syahwat, tentunya juga didukung oleh lingkungan wanita yang memiliki akhlak
yang baik pula, tidak mengumbar keindahan tubuh.
Refleksi
akan lahirnya Hari Kartini belum mampu menjadi cahaya dalam memperjuangkan
emansipasi wanita. Hari Kartini hanya dianggap isapan formalitas semata, bukan
menjadi wajah refleksi untuk memperjuangkan hak yang sama. Terbukti dengan
masih bergulirnya tindakan yang menyudutkan wanita, yakni perlakuan buruk
terhadapnya. Hal ini sudah membudaya di masyarakat yang harus dituntaskan,
mengingat setiap manusia memiliki hak yang sama serta wajib menghormati atas kepribadian.
Dalam Islam pun, wanita dimuliakan. Tidak ada sekat di antara laki-laki,
terkecuali jika mereka melakukan perbuatan keji. Hal ini mengindikasikan bahwa
pola dan budaya masyarakat yang patut dibenahi, bukan karena wanitanya.
Budaya patriarki semacam ini,
haruslah menjadi cerminan untuk terus memperjuangkan hak wanita. Menghilangkan
sebuah budaya tidaklah mudah, akan tetapi untuk menguranginya masih bisa
menjadi harapan. Mensubtitusikan budaya yang lebih baik, mencitrakan wanita
sebagai sosok yang mulia, serta memperbaiki akhlak pribadi manusia bisa menjadi
langkah kecil yang nyata untuk menumpas paradigma patriarki. Bila hal ini
dilakukan, maka tingkat kriminalitas dengan korban wanita akan ikut menurun
juga.[]
0 Comments:
Posting Komentar