Kamis, 21 Juni 2012

Kejenuhan Kompleksitas Problematika

Hari ini ku merasa jenuh, ingin ku keluarkan kegelisahan dan kejenuhan dalam diriku. Apapun itu walau hanya sebait tulisan atau hanya seuntai kata saja. Dengan paksaan ingin kusampaikan kepada mereka yang bergelimang kekuasaan dan merasa punya kendali dan kewenangan, tetapi tak peduli dan tak jeli terhadap apa yang menimpa di bawahnya. Seperti pemerintah saat ini. Rasanya jeli dan tak bisa kerkutik memberikan solusi nyata dalam mengatasi berbagai konflik atau masalah yang menimpa negeri ini. Seakan ketika suatu konflik muncul, di belakang itu muncul berbagai konflik terselubung menanti. Belum usai terselesaikan, muncul konflik lain yang tak kalah hebohnya. Sedangkan konflik sebelumnya, perlahan dilupakan dan dicampakkan entah kemana. Kadang muncul, kadang menghilang entah ditelan angin atau apa. Jadi ingat sewaktu diskusi buku kemarin, kita lebih mudah untuk melupakan daripada mengingat sesuatu.
Waktu terus bergulir, begitu juga semakin kompleks pula masalah di negeri ini. Akhir-akhir ini banyak konflik-konflik lama muncul kembali dan menjadi sorotan utama dalam media. Seperti kasus korupsi yang berkepanjangan, pengklaiman budaya hingga kerusuhan di Papua. Bak masalah itu, masalah lama yang terulang kembali saat ini. Belum juga ada solusi terbaik untuk ditindaklanjuti. Hanya sebatas wacana saja kala ini, belum ada tindakan real yang pasti. Perlakuan-perlakuan semacam itu saya rasa juga dari kesalahan kita bersama khususnya pemerintah.
Konflik tidak saja datang begitu saja tanpa sebab. Entah itu berkaitan dengan alasan pribadi, kelompok, masalah ekonomi, politik, zaman edan, atau hal-hal lain yang lebih ekstrem. Sebenarnya dalam sebab itu harusnya ada solusi yang menjadi tombak untuk mengatasi konflik itu. Telah dikenal 3 tahap dalam penyelesaian konflik, yakni mediasi, konsiliasi, arbitrase. Rata-rata langkah ini menggunakan pihak ketiga dalam penyelesaian konflik. Dengan melakukan semacam diskusi atau pertemuan pihak yang berselisih, bisa juga menjadi pengumpul aspirasi masyarakat yang terkena masalah tersebut. Dengan melakukan diskusi dan sharing bersama, dengan mencari jalan pintas bersama, maka konflik bisa dengan mudah selesai. Tapi tak semudah itu, perlu ada pendekatan-pendekatan tersendiri dari masing-masing pihak bisa dengan menghadirkan tokoh populer dalam kelompok masyarakatnya.
Tetapi sayangnya, langkah ini sering diabaikan dan kurang mendapat respon yang tajam. Ironinya, hanya beberapa saja yang melakukan dialog ini, sisanya entah tak tahu memakai cara apa. Bagi saya, langkah ini yang paling layak untuk dilakukan saat ini mengingat demokratisasi negara, masyarakat berhak untuk mengeluarkan pendapatnya tanpa menambah atau mempersulit masalah. Sebagai contoh kasus kerusuhan yang sering melanda prop seberang sana, Papua. Seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang ingin memerdekakan diri dari negara kita, berdalih telah mendapat dukungan dari 111 negara di dunia. Perlu dicari akar permasalahan dari konflik itu, apa yang mereka inginkan dan apa yang bisa negara berikan.

0 Comments:

Posting Komentar